Pentingnya Sikap Integritas dalam Diri Seseorang
Pentingnya Sikap Integritas dalam Diri Seseorang
Warren Buffet, CEO Berkshire Hathaways mengatakan dia akan memperhatikan tiga hal saat menyeleksi karyawannya. Tiga hal yang diperhatikannya adalah kecerdasan, energi, dan integritas. Buffet menambahkan, jika hal yang terakhir tidak dimiliki, dua hal lainnya akan menjadi boomerang yang mematikan untuk perusahaan. Sama halnya dengan seleksi calon pejabat publik, agar dilantik menjadi pejabat tinggi tinggi negeri di Indonesia, seperti menteri, calon pejabat tersebut harus mendatangani dokumen yang disebut pakta integritas.
Integritas Karyawan di Perusahaan
Jangankan pemimpin negeri, atau
karyawan perusahaan ternama, saat ini para mahasiswa baru di beberapa
universitas juga diminta untuk menanda tangani pakta integritas. Integritas
pada saat ini seperti suatu kualitas yang harus dimiliki oleh setiap pribadi,
dan tentunya termasuk para pemimpin lembaga pedidikan. Apa sebenarnya yang
disebut sebagai integritas?
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Daring Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, integritas adalah mutu,
sifat, atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki
kemampuan yang memancarkan kewibawaan atau kejujuran. Oxford Dictionary mengatakan bahwa integritas
adalah kualitas untuk jujur dan memiliki prinsip moral yang kuat.
Intisari dari dua kamus tersebut
juga selaras dengan apa yang dipikirkan oleh Stephen R. Covey (1989), dimana ia
menyatakan dengan tegas bahwa integritas adalah kejujuran. Kejujuran yang
lebih, dimana kita menyesuaikan realita kepada apa yang kita katakan. Melakukan
apa yang dikatakan dan mengatakan apa yang dilakukan. Dengan kata lain,
menepati janji, dan memenuhi ekspektasi. Dengan demikian seseorang yang
memiliki integritas akan selalu bertindak secara jujur dan benar, dan dari
setiap tindakannya akan senantiasa meninggalkan kesan yang baik dan mulia.
Pentingnya Sikap Integritas dalam Diri Seseorang |
David DeWolf (2011),
mengembangkannya dan menekankan pada perihal konsistensi dalam integritas.
Konsistensi yang dimaksud adalah konsistensi dengan apa yang dilakukan, dan
dikatakannya secara terus menerus. Jika integritas dianalogikan sebagai
struktural integritas sebuah pesawat terbang, apabila berbagai bagian dan
komponen lainnya bekerja secara baik maka pesawat terbang tersebut dapat
menjalankan fungsinya, yaitu mengantarkan penumpang ke tujuannya.
Namun pesawat terbang akan akan kehilangan kendali apabila ada sedikit inkonsistensi, seperti retakan, dalam integritas struktural pesawatnya. Integritas pribadi atau seorang pemimpin pun akan diragukan jika tidak ada konsistensi dalam kehidupannya.
Integritas di dalam Bisnis
Integritas ini merupakan hal yang
esensial bagi siapa saja, termasuk para pemimpin lembaga bisnis maupun non
bisnis. Seorang individu akan dianggap memiliki integritas apabila apa yang
dilakukan sama dengan apa yang dikatakan.
Istilah yang mudah diingat perihal
hal ini adalah Walk the Talk (Hadiatmojo, 2012). Walk the Talk adalah situasi dimana
"satunya perkataan dan perbuatan". Para pemimpin yang Walk the Talk
akan bertindak secara konsisten atas apa yang diucapkan, sehingga para pengikut
atau bawahan dari pemimpin tersebut dapat dengan jelas mengetahui apa tujuan
dan arah dari lembaga ini di masa depannya.
Bahkan apabila satu lembaga bekerja dengan prinsip Walk the Talk, bukan suatu hal yang tidak mungkin untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan sebelumnya. Karena kejujuran akan berujung pada kepercayaan diantara tim sehingga muncul kolaborasi dalam pemikiran, inisatif, dan tindakan-tindakan yang dapat membawa keberkahan dan keberhasilan.
Integritas bukanlah slogan
semata, akan tetapi sebuah kata yang memerlukan pembuktian. Dalam kamus
lainnya, kamus Webster menyebutkan bahwa integritas adalah adalah “the firm
adherence to a code of moral values”, atau kepatuhan yang kuat akan kode dari
nilai moral.
Dalam konteks kelembagaan, jika
seorang pemimpin lembaga pendidikan bekerja dengan mengabaikan moral atau
nilai-nilai yang berlaku dalam lembaga tersebut maka pekerjaannya akan tidak
menghasilkan performa yang maksimal, dan tidak menjadi contoh model yang baik
bagi para bawahannya. Karena integritas merupakan prinsip dan nilai-nilai
moral, maka integritas memerlukan keinginan dan kesediaan seseorang untuk
menjadi "fully responsible and accountable".
Responsibility dalam konteks ini
dapat dimaknai sebagai komitmen individu yang sesuai dengan nilai-nilai,
kepercayaan, dan perilaku. Sedangkan untuk accountability disini berarti
menerima konsekuensi dari perilaku, dan jika dibutuhkan, "make it
right" atau memperbaikinya (Edward M. Marshal). Dengan menjunjung tinggi
hal ini, maka kita akan dipercaya oleh orang lain di dalam lembaga yang kita
pimpin apabila kita bertanggung jawab penuh pada perilaku kita sesuai dengan
norma, etik, dan aturan yang berlaku di lembaga. Selain itu kita pun harus
bersedia menyerahkan diri, jika dibutuhkan, untuk menanggung konsekuensi yang
ada sesuai dengan apa yang kita lakukan.
Perlu dipahami pula, bahawa
Semakin tinggi integritas seseorang, semakin besar pembuktian tindakan yang
diperlukan, sehingga bisa dikatakan untuk memiliki integritas tinggi itu
memerlukan dedikasi yang luar biasa tinggi pula. Dengan integritas yang tinggi,
muncul pula kepercayaan (trust) dan kredibilitas (credibility) yang mungkin
tidak ternilai didalam karir seseorang.
Integritas Seorang Pemimpin Perusahaan
Apabila pemimpin memiliki
integritas yang tinggi, maka setiap individu yang ada didalam lembaga tersebut
akan merasa percaya diri dan antusias, yang pada akhirnya akan menciptakan
workforce yang termotivasi, di mana setiap bawahan memiliki motivasi yang
tinggi dalam bekerja dan akan selalu berusaha untuk memberikan hasil kerja yang
terbaik. Ketika para bawahan paham benar tentang apa yang dimaksudkan oleh
pemimpin, maka kita akan percaya kepada pemimpin tersebut, bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip kerja yang diarahkannya, dan akan memiliki visi yang
sama untuk lembaga tersebut.
Apabila situasi ini terjadi, bisa
dipastikan pemimpin tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari bawahannya. Begitu pula sebaliknya bawahannya akan
mendapatkan kepercayaan dari pemimpinnya. Dengan kata lain akan terdapat mutual
trust, dimana pemimpin dan bawahan saling percaya. Bukan distrust satu terhadap
yang lain.
Kata integritas sendiri merupakan
turunan dari bahasa latin integer yang dapat diartikan sebagai menyeluruh,
komplit. Terkait hal ini, Henry Cloud dalam bukunya Integrity (2006),
menjelaskan bahwa integritas itu lebih dari persoalan etika dan moral saja,
tapi merupakan keseluruhan karakter. Untuk menjelaskan hal ini dengan lebih
jelas, Cloud menyampaikan sebuah dialog dimana seorang pebisnis terkenal
ditanya mengapa pebisnis tersebut tidak menginvestikasikan kekayaannya untuk
membeli perusahaan diluar bidang pebisnis tersebut, seperti perusahaan pesawat
terbang, tim olah raga yang terkenal, dan sejenisnya seperti yang banyak
dilakukan oleh pebisnis lainnya.
Pebisnis tersebut menjawab
"Saya tidak tahu bisnis-bisnis tersebut dan saya tidak berinvestasi pada
bisnis yang saya tidak ketahui. Tapi saya akan berinvestasi pada orangnya. Jika
saya mengetahui karakter orang (pemimpin perusahaan) tersebut, seperti
bagaimana dia mengoperasikan perusahaannya, bagaimana pertimbangan atau
keputusan yang dia miliki dan seterusnya. Jika saya mengetahui karakter
tersebut, maka saya akan berinvestasi".
Karakter yang dimaksud dalam
dialog diatas tidak lain adalah integritas dari orang atau pemimpin yang sedang
didiskusikan. Dalam dialog tersebut, dapat ditekankan kembali bahwa integritas
itu bukanlah tentang performa dari seorang pemimpin atau pegawai (Hadiatmojo,
2012).
Karakteristik dalam Integritas Seseorang
Kita sudah menyadari bahwa
integritas adalah sesuatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap pribadi,
dan tentunya para pemimpin lembaga pendidikan. Namun terkadang sulit untuk
membayangkan bagaimana karakter yang berintegritas dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, Cloud (2006) menjabarkan ada enam sifat karakterikstik yang
dapat menjadikan seorang individu atau pemimpin secara holistik, tumbuh,
memiliki integritas, dan sukses.
Cloud merumuskan enam sifat
karakteristik ini berdasarkan pengalamannya di bidang psikologi, dan
pengalamannya bekerja bersama berbagai pemimpin perusahaan-perusahaan Fortune 500.
Karakteristik-karakteristik yang dimaksud adalah:
- Dapat Dipercaya
- Berorientasi pada Kejujuran
- Fokus terhadap Hasil
- Dapat Menerima Realita Negatif
- Berorientasi pada Perkembangan (diri)
- Rendah hati
Menurut Cloud (2006), enam sifat
karakteristik ini, jika diintegrasikan secara utuh, dapat melebihi berkah,
talenta, ataupun kemampuan seseorang dalam menentukan kesuksesan seseorang.
Karena karakter seseorang, yang berintegritas lah, yang akhirnya dapat
menentukan apakah otak, talenta, kompentensi, tenaga, dan energi bisa digerakan
bersama-sama menuju kesuksesan. Layaknya pesawat terbang yang memiliki
struktural integritas yang kuat dengan bantuan pilot, copilot, kru, mesin, dan
komponen lainnya lah yang berhasil bekerja bersama menerbangkannya ke tujuan.
Cloud (2006) mengatakan salah
satu cara dalam mengobservasi karakter yang kita miliki, termasuk enam sifat
karakter diatas, adalah melihat kepada "wake" atau riak, ombak kecil
yang kita buat. Seperti perahu yang menimbulkan riak di bagian belakangnya saat
melaju di air, setiap individu pun meninggalkan riaknya saat melaju di
kehidupan. Ada dua sisi dari setiap riak yang ditinggalkan: sisi tugas, dan
sisi hubungan dengan orang lain. Dalam kata lain, apa tugas-tugas yang telah
kita selesaikan dan bagaimana kita menangani hubungan dengan orang di sekitar
kita. Sebagai contoh, ada seseorang atau
pemipin yang dapat menyelesaikan banyak tugas, namun para koleganya tidak mau
bekerja sama dengan dirinya lagi.
Sebaliknya, ada seseorang atau
pemimpin yang dicintai oleh orang-orang, namun tidak pernah menghasilkan
sesuatu. Dua contoh tersebut tidak menghasilkan riak yang bagus. Cloud
menyampaikan riak yang bagus adalah riak yang menyelesaikan tugas dan
memberikan imbas yang positif kepada orang yang terlibat.
Mengintegrasikan keenam sifat
karakter diatas, bisa menjadikan pemimpin yang meninggalkan riak yang bagus.
Setelah kita bisa mengobservasi dan menyadari riak yang kita sudah buat, kita
bisa melanjutkan ke penguasaan pribadi untuk meningkatkan karakter kita melalui
enam karakter yang telah disebutkan. Keenam karakter ini bisa kita pelajari,
kuasai, dan integrasikan untuk menjadi pemimpin yang lebih baik.
Keenam sifat karakter diatas
membuat pemimpin bisa mencapai tuntutan realita. Realitanya sebagai pemimpin,
Anda harus menghasilkan sesuatu, dan untuk itu, membutuhkan kerja sama dengan
orang lain. Pemimpin yang memiliki keenam karakter itulah yang memiliki
integritas dan bisa memenuhi tuntutan realita.
Posting Komentar